I.
Pendahuluan
Pada
mulanya warga HKBP relatif mudah mengidentifikasi sosok pelayan gereja sebagai
pemimpin dan tokoh gereja yang sangat dihormati. Namun setelah tahun 70-an,
lambat-laun warga HKBP semakin sulit mengidentifikasi pelayan gereja sebagai
tokoh dan pemimpin rohani. Malahan, dua daluarsa terakhir, citra pelayan mulai
menurun. Para pelayan gereja mungkin piawai
dalam menakut-nakuti warga jemaat dengan ancaman neraka, dosa, dsb. Namun,
warga jemaat menyaksikan sendiri perilaku sehari-hari sebagian pelayan gereja
sangat bertolak belakang dengan isi khotbah-khotbahnya.
Mungkin pentahbisan para
pelayan gereja masih akan terus berlangsung sebagai tradisi birokratis, guna
memenuhi kebutuhan tenaga “pelayan jemaat’ yang secara kuantitatif sangat cepat
berkembang. Namun, pemahaman dan penghayatan akan makna pentahbisan tersebut
terasa semakin kabur dan hambar didesak oleh ambisi jabatan, kuasa, dan roh
materialisme. Untuk itulah penyaji memilih judul ini dengan tujuan agar para pelayan
gereja khususnya pendeta menyadari dan kembali kepada tugas panggilannya
sebagai penyambung lidah Allah. Untuk mempermudah pembahasan sajian ini, maka
penyaji membuat sistematika penulisan sebagai berikut.
II.
Terminology
Istilah pendeta berakar dari bahasa sansekerta, yaitu “pandit’ yang
artinya alim, yang berilmu, ahli dalam bidang agama, filsafat, akademis, dan
keterampilan. Dalam masyarakat, pandit biasanya memiliki kedudukan yang
spesifik sebagai tokoh utama pemimpin masyarakat maupun agama.[1]
Oleh karena itu pendeta
merupakan satu jabatan gerejawi. Dalam HKBP jabatan gerejawi disebut dengan
tohonan. Istilah kata “tohonan” berasal dari bahasa batak kuno yang berati
orang yang memiliki keahlian tertentu dalam bidang-bidang yang dibutuhkan
masnyarakat misalnya: kepala suku yang sekaligus menjadi panglima dan pemimpin
agama (datu-imam)[2]. Dengan demikian, jabatan pendeta
merupakan suatu jabatan gerejawi yang diterima bukan karena kebaikan dan
prestasi melainkan suatu jabatan gerejawi yang diterima bukan karena kebaikan
dan prestasi melainkan karena anugrah Allah kepada orang-orang yang dipanggil
menjadi alat Allah untuk memberitakan iman dan menyampaikan keselamatan bagi
warga jemaat yang dilayaninya dan juga
bagi orang-orang yang belum mengenal Kristus.
III.
Tinjauan
Historis jabatan kependetaan
3.1 Prespektif Alkitab
Secara eksplisit dalam Alkitab belum
ada jabatan pendeta, karena pada waktu itu semua orang percaya (bangsa Israel )
memiliki pertanggungjawaban bersama
kepada Allah. Sebab hubungan mereka
dengan Allah bercirikan hikmat dan cinta kasih yang langsung[3]. Namun ada jabatan-jabatan dalam Alkitab
yang merupakan cikal bakal jabatan kepandetaan.
Dalam Perjanjian Lama yang
menjadi cikal bakal jabatan kependetaan adalah jabatan imam (kel. 29:1-37).
Imam merupakan jabatan yang terkait kepada keanggotaannya dan bertugas sebagai
pengantara antara Allah dengan umat-Nya di dalam fungsi pengajaran dan antara
umat dengan Allah dalam fungsi ibadah[4]. Dengan demikian kedudukan imam dalam
Perjanjian Lama adalah suatu kedudukan yang sangat diakui dan dihormati, karena
melalui imamlah juga pemimpin Negara (raja) mendapat petunjuk dari Allah
tentang apa yang harus dilakukan dalam pemimpin bangsanya menuju kemakmuran.
Untuk itu, dalam Perjanjian Lama imam diakui sebagai pemimpin yang dipanggil
dan dipilih langsung oleh Allah[5].
Dalam Perjanjian Baru yang
menjadi cikal bakal jabatan kependetaan dalam jabatan penetua (Kis. 14:23;
Titus 1:5). Penatua berfungsi melayani sesuai dengan pesan Kristus, memberikan
petunjuk-petunjuk, menerangkan isi dari firman Allah dengan bahasa yang mudah
dimengerti, dan mengutus pelayan di gereja[6]. Dengan demikian berdasarkan
tugas-tugasnya jabatan penetua adalah jabatan yang sentral dalam jemaat
mula-mula, dan jabatan ini juga merupakan jabatan yang sangat dihormati. Hal
ini terlihat dari syarat-syarat yang ditetapkan untuk menjadi seorang penetua
sangatlah ketat.
3.2 Sebelum Reformasi
Pada masa sebelum reformasi abad (abad V) pelayan yang ada dalam gereja
disebut sebagai:
- Uskup
Uskup bertugas sebagai penilik, pengawas keuangan dan memimpin dalam kebaktian-kebaktian.
Oleh karena itu unutk menjadi seorang uskup haruslah seorang yang berfikir
murni, dapat memimpin dan mampu dekat dengan siapapun yang dipimpinnya,
mengutamakan kepentingan pengikutnya dan mampu untuk melihat bahwa
kesejahteraan itu adalah bagian dari kebajikan[7]
- Presbiter
(penatua)
Presbiter sering di sebut
dengan imam, yang diartikan sebagai pengantara antara jemaat dengan Allah.
Presbiter bertugas sebagai pengembala dan pemimpin kebaktian. Oleh karena itu
untuk menjadi presbiter haruslah seorang yang tidak bercacat, mempunyai hanya
satu istri, bijaksana dan dapat menguasai diri segala macam godaan.
- Diaken
Diaken adalah jabatan gerejawi yang tugasnya memberitakan Injil dan
melayani orang-orang yang hidup di lingkungan kemiskinan, orang-orang yang
dikucilkan, dan orang-orang yang ditelantarkan. Oleh karena itu untk menjadi
seorang diaken haruslah seorang yang terhormat,jujur, tidak bercacat, mampu
memelihara rahasia iman, dan memiliki hati nurani yang suci (bdn. I Tim. 3:2-7;
Tit. 1:7).
3.3 Sesudah Reformasi
Sesudah reformasi yang dilakukan oleh Marthin Luter, terdapat banyak
perubahan di dalam corak pelayan di gereja. Kepemimpinan gereja beralih dari
uskup dan pastor kepada pemerintah dan pelayanan dipegang oleh domine (pendeta)
yang dibantu oleh penatua dan diaken. Oleh karena itu pendeta bertugas sebagai
pengawas jalannya pelayanan para penatua, evanggelis dan para pelayan lainnya.
Sebagai seorang pemimpin, pendeta bertanggungjawab memperlengkapi orang-orang
kudus di dalam melaksanakan pekerjaan Allah[8].
Seorang pendeta haruslah lebih dahulu memperoleh pendidikan teologia dan mampu
memenuhi syarat yang telah ditetapkan untuk menjadi seorang pendeta.
3.4 Di HKBP
Sejak tahun 1861 kekristenan telah memasuki tanah batak. Pada saat itu
pelayanan masih dipengang oleh para missionaries. Setelah kedatangan I. L.
Nommensen dimulailah babak baru dalam gereja batak, dimana para pelayan gereja
diangkat dari orang-orang pribumi. Pada
tahun 1883, RMG (Rheimesche Mission Geselschaf) memulai pendidikan kependetaan
batak di Pansur Napitu. Dan kemudian di Pearaja Tarutung dilakukan pentahbisan
pendeta pribumi yang pertama. Namun sampai tahun 1939 pendeta pribumi hanya
sebagai pembantu RMG. Pada tahun 1940, barulah posisi pendeta pribumi berubah
seiring berubahnya status HKBP menjadi gereja yang mandiri[9].
Sesugguhnya
pentahbisan pelayan gereja (pendeta) dimaksudkan bukan untuk kepentingan
pejabat gereja ataupun gereja sebagai institusi, melainkan untuk
kepentingan Allah, dalam pembangunan
kerajaan-Nya di dunia ini. Oleh karena itu, tanggungjawab yang berat untuk
melanjutkan karya Kristus. Untuk itu pendeta di HKBP harus menjalani berbagai
proses melalui pendidikan teologia dan masa praktek selama 2 tahun.
IV.
Pemahaman dogmatis tentang jabatan
kependetaan di HKBP
Secara umum tugas-tugas
kependetaan di HKBP sebagai teman sekerja Allah dibagi atas tiga bagian:
IV.1
Pendeta
Sebagai Pemimpin
Sebagai seorang pemimpin, pendeta adalah orang yang lebih dahulu
mengambil langkah-langkah, mempelopori, dan menggerakkan anggota jemaat
mencapai tujuan bersama. Dalam hal itu seorang pendeta memiliki hak dan kuasa (
bdn. Ef. 2:2;4:11-12; Mat. 28:29-20), tetapi harus mempertangung jawabkannya
menurut sakramen-sakramen yang ada terutama kepada Allah.[10]
IV.2
Pendeta
Sebagai Pelayan
Sebagai seorang pelayan,
pendeta merupakan seorang guru yang bertugas untuk mengajar dan mendidik jemaat
tentang kebenaran firman Tuhan. Sebagai seorang pelayan, pendeta harus mampu
masuk dan merasakan apa yang dirasakan jemaat, dan pendeta juga harus menjadi
seorang penegak keadilan bagi orang-orang yang tertindas.
IV.3
Pendeta
Sebagai Pengkhotbah
Sebagai seorang pengkhotbah, pendeta harus menyatakan kebenaran Kitab
Suci, dan seluruh kehidupannya harus sesuai dengan firman Allah (menjadi
pengkhotbah yang hidup)[11].
Pendeta haruslah berbicara atas nama Allah, dan Kitab Suci, oleh otoritas
kepada jemaat.
Berdasarkan pembagian tugas pendeta
secara umum dia atas, maka HKBP merumuskan tugas pendeta dalam beberapa
ketetapan, yaitu:
- Konfessi HKBP
Menurut konfessi HKBP tahun1951 pasal 9 tentang tugas jabatan-jabatan
pelayan gereja adalah sebagai berikut
- Memberitakan Injil kepada anggota-anggota gereja dan
luar gereja.
- Untuk melayani sakramen babtisan kudus dan Perjamuan
Kudus.
- Untuk menggembalakan jemaat.
- Untuk mengajar kemurnian ajaran, melakukan tuntutan
jiwa, dan melawan ajaran-ajaran sesat.
- Untuk melakukan pekerjaan diakonia
Selain untuk menegaskan tugas jabatan pelayan gereja, pasal ke -9 ini
bertujuan untuk melawan pendapat yang meniadakan jabatan gerjawi seseorang atas
pertimbangan pribadi bukan karena sesuatu hal yang dilakukan, yang bertentangan
dengan jabatan gerejawi tersebut. Pasal ini juga bertujuan untuk menoak setiap
pelayan yang melakukan pelayanan jika bukan karena gereja yang menyerahkan
jabatan itu kepadanya.
Melalui konfessi di atas jelaslah
bahwa kepelbagaian jabatan pelayan di tengah-tengah harus menyerahkan dirinya
secara sungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas panggilannya di tengah-tengah
gereja.
- Agenda HKBP
Dalam agenda HKBP tugas jabatan pendeta adalah suatu tugas yang kudus.
Oleh karena itu diperhatikan kepada para pendeta agar sungguh-sungguh menyadari
betapa berat dan mulianya tugas jabatan tersebut. Tugas jabatan pendeta menurut
agenda HKBP adalah sebagai berikut[12]..
- Memelihara harta yang telah diterima dari Yesus Kristus
seperti yang dilakukan oleh gembala, memelihara yang dipercayakan
kepadanya agar jangan tersesat, karena kelak akan
mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan, menjadi teladan dan
memberitakan Yesus Kristus yang diutus Allah untuk memperbaharui
persekutuan manusia dengan Allah, karena dialah jalan kepada kehidupan,
jalan kepada pertobatan dan jalan untuk kerukunan manusia dengan Allah.
- Kesungguhan dalam menasehati mereka yang mau datang
hidup dalam kerendahan kepada Allah, demikian juga kesungguhan dalam
menegor mereka yang tidak mau datang kepada kehidupan, agar tidak
seorangpun yang menjadi sesat karena tidak ada nasehat, sehingga mereka
tidak dituntut sebagai seorang pendeta.
- Memelihara kedua pekerjaan kudus, yaitu sakramen
perjanuan kudus dan babtisan kudus. Meneliti dan mengamati para anggota
jemaat agar hanya mereka yang patut dan yang mengenal dosa-dosanya dan
menyesali perbuatan-perbuatannya yang layak mengikuti perjamuan kudus.
- Tekun mendidik dan memelihara anak-anak seperti yang dilakukan
oleh Yesus Kristus.
- Menjaga dan memelihara seluruh anggota jemaat termasuk
kepada para janda, kaum bapa dan kaum ibu, anak laki-laki dan anak
perempuan seperti yang diperbuat oleh Rasul Paulus.
- Memiliki cara hidup yang baik agar menjadi contoh dan teladan
bagi mereka yang digembalakan; teladan dalam perkataan, cara hidup, iman
dan kasih.
- Hendaklah sepakat terhadap sesama pendeta. Didalam
kepatuhan kepada Allah jenganlah berfikir sendiri-sendiri dan berselisih
paham, serta saling memfitnah, agar memperoleh seperti apa yang didoakan
oleh Tuhan Yesus kepada Bapa-Nya: “Supaya mereka semua menjadi satu, sama
seperti engkau ya Bapa, didalam Aku dan Aku didalam Engkau, agar mereka
juga didalam Kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah
mengutus Aku.
Berdasarkan agenda HKBP ini, dapatlah dikatakan bahwa seorang pendeta
memiliki tanggungjawab terhadap jabatannya (tohonannya) di dalam tugas
panggilannya sebagai hamba Allah, yakni[13]
- Melayani sebagai pelayan utama dan pemimpin jemaat.
- Memperlengkapi anggota untuk melayani satu sama lain dan
melayani semua orang.
- Merencanakan dan memimpin kebaktian, memberitakan firman
Allah, melayani sakramen, melayani jemaat serta mewakili jemaat bagi
jemaat dan gereja.
- Melayani sebagai penilik bagi organis dan pemimpin musik,
pengurus sekolah minggu, serta berbagai bagian dalam organisasi dalam
gereja.
- Melayani sebagai anggota penasehat bagi semua kelompok
resmi dalam jemaat.
- Aturan dan
peraturan HKBP
Berdasarkan aturan dan peraturan HKBP tahun 1982-1992, disebutkan bahwa
tugas seorang pendeta adalah sebagai berikut:[14]
- Menyuarakan
suara kenabian dan mewartakan Injil.
- Melaksanakan
sakramen babtisan Kudus dan perjamuan Kudus.
- Melaksanakan
pelayanan keimanan di tengah-tengah jemaat.
- Melaksanakan tugas yang disampaikan oleh Kantor Pusat.
- Mengikuti rapat pendeta.
Secara khusus kuasa penumpangan tangan pada pelayan pendeta ingin
menegaskan bahwa pendeta memiliki kuasa yang diberikan oleh Yesus Kristus
sebagai raja, imam dan nabi. Sebagai raja, pendeta akan ditahbiskan sebagai tanda
bahwa dia adalah hamba Allah, pembela keadilan dan pembawa damai sejahtera.
Untuk itu pendeta dihargai dan diuji menurut sikap dan perbuatannya sendiri.
pendeta sebagai nabi karena ia adalah juru bicara Allah yang bertugas
memperingatkan dan menubuatkan kehendak Allah kepada jemaat. Pendeta sebagai
imam, maksudnya ia sebagai pemimpin jemaat dalam beribadah kepada Allah dan
berusaha agar peribadahan atau kebaktian dapat berjalan secara teratur dan
benar.
V.
Makna
Jabatan Kependetaan
Jabatan pendeta adalah jabatan gerejawi yang diembankan
kepada seseorang pelayan melalui pentahbisan setelah terlebih dahulu melewati
berbagai proses termasuk pendidikan teologia. Melalui pentahbisan itu, pendeta
menerima suatu tanggungjawab dengan wibawa yang penuh dengan nilai moral, etika
dan spiritual. Secara tradisional tanggungjawab dan wibawa itu disebut dengan
tohonan. Sesungguhnya pentahbisan pendeta adalah rentetan dari missio dei,
mulai dari pemilihan Israel sebagai umat Allah (Qahal Yahwe), persekutuan
orang-orang percaya di dalam Yesus Kristus (Ekklesia), masa gereja jaman rasul
dan pasca rasul-rasul hingga jaman gereja sekarang.
Terdapat
perbedaan sikap da antara berbagai denominasi gereja dengan aliran tertentu
tentang jabatan kependetaan. Penganut Katolik , Luteran, dan beberapa gereja
Anglikan menetapkan bahwa jabatan pendeta/pastor diberikan hanya kepada
orang-orang yang telah menjalani pendidikan teologia, sedangkan beberapa aliran
gereja (Kharismatik) memberikan jabatan pendeta kepada orang-orang yang telah
menerima karunia dari Allah. Jabatan pendeta di dalam gereja HKBP adalah
sebagai pelayan sakramen sesuai dengan pesan Kristus. Gereja memang dapat
menetapkan pelayan-pelayan yang lain untuk mendukung pelayanan firman Tuhan,
tetapi hal itu jabatan pelayan firman dan sakramen hanya diberikan kepada
pendeta.
Dengan
demikian makna jabatan pendeta harus sesuai dari konteks pemberitaan Injil,
penegakan keadilan, pelayanan sakramen dan menjaga keutuhan ciptaan. Menerima
tahbisan kependetaan berarti seseorang dengan rasa syukur berjanji setia dan
menjadi kawan sekerja Allah dalam menghadirkan syaloom di tengah-tengah dunia
ini (I Kor. 3:4-9).
VI.
Implikasi jabatan kependetaan dalam
kehidupan Jemaat
Jabatan kependetaan dalam
gereja HKBP bukan dipahami secara structural tetapi dipahami secara fungsional.
Apabila jabatan kependetaan dilihat secara structural maka akan cenderung ada
kemugkinan terciptanya suatu kesenjangan antara pelayan gereja, sehingga
jabatan kependetaan itu menunjukkan adanya kelas-kelas sosial yang dilihat dari
tingkatan kekuasaannya. Oleh karena itu para pelayan khususnya pendeta harus
menyadari arti dari jabatan yang diberikan kepadanya. Jabatan adalah pintu
gerbang dimulainya suatu penyangkalan dari dengan menomor-satukan Allah sebagai
tuan yang mengutus hamba-Nya[15]. Jabatan pendeta yang diterima harus
dipahami berasal dari Allah sebagai pengutus agung. Oleh karena itu jabatan
tersebut merupakan anugrah Allah yang menuntut pertanggungjawaban kepada Allah.
Jabatan pendeta memiliki fungsi untuk melayani dan bukan dilayani. Maka pelayan
adalah sebuh identitas yang menunjukkan makna dan wibawa jabatan seseorang
pendeta. Seorang pendeta dalam jabatannya sebagai cerminan Allah harus memiliki
sifat-sifat tidak bercacat, tegas, penuh hikmat, rendah hati, dan mampu menyatakan
kebenaran Allah di tengah-tengah dunia.
Kepemimpinan seorang pendeta
harus disadari sebagai suatu sifat keteladanan yang dapat menjadi contoh bagi
jemaat. Dengan demikian seorang pendeta harus memiliki beberapa asas dalam
memangku jabatannya. Yaitu : asas iman, asas pengharapan, asas kasih dan
kebersamaan, asas keadilan, kemandirian dan keterbukaan. Jabatan yang diterima
oleh seorang pendeta harus disadari sebagai jabatan yang membawa keselamatan
yang berpusat kepada diri Yesus Kristus, karena itu dalam setiap pelayanan
seorang pendeta harus menjadi cermiman kehadiran Kristus ditengah-tengah
jemaat, sehingga seluruh pribadi pendeta tersebut menuju kepada pengenalan akan
Yesus Kristus[16].
VII.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapatlah disimpulkan dalam beberapa poin mengenai
“Makna jabatan kependetaan dalam gereja HKBP”.
- Gereja adalah perpanjangan tangan Tuhan untuk memanggil
seseorang menjadi hamba-Nya dalam rangka Missio Dei. Dengan demikian gereja memiliki kuasa untuk
mengangkat dan mentahbiskan seorang pelayan misalnya pendeta.
- Jabatan
kependetaan telah ditetapkan oleh Allah untuk melanjutkan pekerjaan Yesus
Kristus di dunia, yaitu memberitakan firman Allah, menggembalakan kawanan
domba Allah dan melakukan sakramen sesuai dengan pesan Yesus Kristus.
- Jabatan
kependetaan haruslah dilihat secara fungsional bukan secara structural,
sehingga tidak terjadi kesombongan dan penyalahgunaan jabatan tersebut.
- Sikap seorang
pelayan hendaknya menjadi tiruan dan teladan dengan Yesus Kristus sebagai
cerminan, yang akhirnya membawa setiap orang percaya menuju kepada
pengenalan akan Yesus Kristus secara utuh.
- Jabatan
kependetaan adalah salah satu jabatan gerejawi yang menjadi sentral
kepemimpinan di dalam gereja.
Daftar Pustaka
………………… Konfessi HKBP, Pearaja
Tarutung: Kantor 1951 Pusat HKBP
………………… Agenda HKBP, Pearaja Tarutung: Kantor
Pusat 2003 HKBP
………………… Aturan dan Peraturan HKBP, Pearaja
1982 Tarutung: Kantor Pusat HKBP
Abineno,
J. L Pelayan dan Pelayanan Jemaat dalam
1991 Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung-Mulia
Berkhoff. H. Sejarah Geraja, Jakarta:BPK
Gunung-Mulia
1991
Calvin, Yohanes Instutio, Jakarta: BPK Gunung-Mulia
1989
Dahlemburg,
G. D. Siapakah Pendeta Itu? Jakarta: BPK
Gunung-1993 Mulia
Lumbantobing,
A. Makna dan Wibawa Jabatan dalam Gereja 2002 Batak, Jakarta: BPK Gunung-Mulia
Lumbantobing,D.
CWZ, Pakpahan Gerak Persekutuan Eskatologis,
2002 Pematangsiantar: percetakan
HKBP
M. B.
Strom, Apakah Pengembalaan Itu? Jakarta: BPK
2001 Gunung-Mulia
Rowley, H. Ibadah Israel Kuna, Jakarta: BPK
Gunung-1999 Mulia
Sanders,
J. O. Kepemimpinan Rohani, Bandung: Yayasan
2001 Kalam Hidup
Siahaan,
S. M Pengharapan Mesianis dalam Perjanjian
1990 Lama,
Jakarta: BPK Gunung-Mulia
Walz, Edgar Bagaimana Mengelola Gereja Anda?, Jakarta:
2004 BPK Gunung-Mulia
Zain,
Muhammad Kamus Modern Bahasa Indonesia, Jakarta:
2000 garafika
[1]
Muhammad Zain, Kamus Modern Bahasa
Indonesia, (Jakarta: Grafika, 2000), hlm. 564
[2]
A. Lumbantobing, Makna dan Wibawa
Jabatan dalam gereja batak, (Jakarta: BPK Gunung-Mulia, 1992), hlm 34
[3]
H. Rowley, Ibadah Israel Kuna,
(Jakarta, BPK Gunung-Mulia, 1999), hlm. 27-29
[4]
Yohanes Calvin, Instutio,(Jakarta:
BPK Gunung-Mulia, 1989), hlm. 98
[5]
S. M, Siahaan, pengharapan Mesias dalam
Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung-Mulia, 1990), hlm. 10
[6]
J. L. Abineno, Pelayan dan Pelayanan
Jemaat dalam Perjanjian baru, (Jakarta: BPK-Gunung-Mulia, 1990). hlm. 35
[7]
H. Berkhoff, Sejarah Gereja, (Jakarta:
BPK Gunung-Mulia), hlm. 39
[8]
G. D. Dahlemburg, Siapakah Pendeta itu?,
(Jakarta: BPK Gunung-Mulia, 1993), hlm. 48-51
[9]
C. W. Z. Pakpahan, Makna pentahbisan
Pelayan Gereja, dalam buku CWZ. Pakpahan dan Darwin Lumbantobing (peny),
Gerak Persekutuan Eskhatologis, (P.
Siantar: Percetakan HKBP, 2002), hlm 59-60
[10]
G. D. Dahlemburg, Op. Cit, hlm. 17
[11]
…….., Pelayan-pelayan Gereja dalam
Konfessi HKBP Pasal 9, (Pearaja Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 1951), hlm.
Hlm. 35-37
[12]
……….., Tata Pentahbisan Pendeta dalam
Agenda HKBP, (Pearaja Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2003), hlm. 48-51
[13]
Edgar Walz, Bagaimana Mengelola Gereja
anda?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 11-12
[14]
……….., Aturan dan Peraturan HKBP, (Pearaja
Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 1982), hlm.138-139.
[15]
J. O. Sanders, Kepemimpinan Rohani,
(Bandung: Yayasan kalam Hidup, 2001). Hlm. 48
[16]
M. B. Strom, Apakah Pengembalaan itu?(Jakarta:BPK
Gunung Mulia, 2001)hlm. 27