Rabu, 13 Desember 2017

Jabatan Kependetaan dalam Gereja HKBP dan Implikasinya dalam Kehidupan Jemaat


I.                   Pendahuluan
         Pada mulanya warga HKBP relatif mudah mengidentifikasi sosok pelayan gereja sebagai pemimpin dan tokoh gereja yang sangat dihormati. Namun setelah tahun 70-an, lambat-laun warga HKBP semakin sulit mengidentifikasi pelayan gereja sebagai tokoh dan pemimpin rohani. Malahan, dua daluarsa terakhir, citra pelayan mulai menurun. Para pelayan gereja mungkin piawai dalam menakut-nakuti warga jemaat dengan ancaman neraka, dosa, dsb. Namun, warga jemaat menyaksikan sendiri perilaku sehari-hari sebagian pelayan gereja sangat bertolak belakang dengan isi khotbah-khotbahnya.
         Mungkin pentahbisan para pelayan gereja masih akan terus berlangsung sebagai tradisi birokratis, guna memenuhi kebutuhan tenaga “pelayan jemaat’ yang secara kuantitatif sangat cepat berkembang. Namun, pemahaman dan penghayatan akan makna pentahbisan tersebut terasa semakin kabur dan hambar didesak oleh ambisi jabatan, kuasa, dan roh materialisme. Untuk itulah penyaji memilih judul ini dengan tujuan agar para pelayan gereja khususnya pendeta menyadari dan kembali kepada tugas panggilannya sebagai penyambung lidah Allah. Untuk mempermudah pembahasan sajian ini, maka penyaji membuat sistematika penulisan sebagai berikut.
II.                Terminology
Istilah pendeta berakar dari bahasa sansekerta, yaitu “pandit’ yang artinya alim, yang berilmu, ahli dalam bidang agama, filsafat, akademis, dan keterampilan. Dalam masyarakat, pandit biasanya memiliki kedudukan yang spesifik sebagai tokoh utama pemimpin masyarakat maupun agama.[1]
Oleh karena itu pendeta merupakan satu jabatan gerejawi. Dalam HKBP jabatan gerejawi disebut dengan tohonan. Istilah kata “tohonan” berasal dari bahasa batak kuno yang berati orang yang memiliki keahlian tertentu dalam bidang-bidang yang dibutuhkan masnyarakat misalnya: kepala suku yang sekaligus menjadi panglima dan pemimpin agama (datu-imam)[2]. Dengan demikian, jabatan pendeta merupakan suatu jabatan gerejawi yang diterima bukan karena kebaikan dan prestasi melainkan suatu jabatan gerejawi yang diterima bukan karena kebaikan dan prestasi melainkan karena anugrah Allah kepada orang-orang yang dipanggil menjadi alat Allah untuk memberitakan iman dan menyampaikan keselamatan bagi warga jemaat yang dilayaninya dan juga  bagi orang-orang yang belum mengenal Kristus.

III.             Tinjauan Historis jabatan kependetaan
3.1 Prespektif Alkitab
Secara eksplisit dalam Alkitab belum  ada jabatan pendeta, karena pada waktu itu semua orang percaya (bangsa Israel) memiliki pertanggungjawaban  bersama kepada Allah. Sebab hubungan mereka dengan Allah bercirikan hikmat dan cinta kasih yang langsung[3]. Namun ada jabatan-jabatan dalam Alkitab yang merupakan cikal bakal jabatan kepandetaan.
Dalam Perjanjian Lama yang menjadi cikal bakal jabatan kependetaan adalah jabatan imam (kel. 29:1-37). Imam merupakan jabatan yang terkait kepada keanggotaannya dan bertugas sebagai pengantara antara Allah dengan umat-Nya di dalam fungsi pengajaran dan antara umat dengan Allah dalam fungsi ibadah[4]. Dengan demikian kedudukan imam dalam Perjanjian Lama adalah suatu kedudukan yang sangat diakui dan dihormati, karena melalui imamlah juga pemimpin Negara (raja) mendapat petunjuk dari Allah tentang apa yang harus dilakukan dalam pemimpin bangsanya menuju kemakmuran. Untuk itu, dalam Perjanjian Lama imam diakui sebagai pemimpin yang dipanggil dan dipilih langsung oleh Allah[5].
Dalam Perjanjian Baru yang menjadi cikal bakal jabatan kependetaan dalam jabatan penetua (Kis. 14:23; Titus 1:5). Penatua berfungsi melayani sesuai dengan pesan Kristus, memberikan petunjuk-petunjuk, menerangkan isi dari firman Allah dengan bahasa yang mudah dimengerti, dan mengutus pelayan di gereja[6]. Dengan demikian berdasarkan tugas-tugasnya jabatan penetua adalah jabatan yang sentral dalam jemaat mula-mula, dan jabatan ini juga merupakan jabatan yang sangat dihormati. Hal ini terlihat dari syarat-syarat yang ditetapkan untuk menjadi seorang penetua sangatlah ketat.
3.2 Sebelum Reformasi
Pada masa sebelum reformasi abad (abad V) pelayan yang ada dalam gereja disebut sebagai:
  1. Uskup
Uskup bertugas sebagai penilik, pengawas keuangan dan memimpin dalam kebaktian-kebaktian. Oleh karena itu unutk menjadi seorang uskup haruslah seorang yang berfikir murni, dapat memimpin dan mampu dekat dengan siapapun yang dipimpinnya, mengutamakan kepentingan pengikutnya dan mampu untuk melihat bahwa kesejahteraan itu adalah bagian dari kebajikan[7]
  1. Presbiter (penatua)
Presbiter sering di sebut dengan imam, yang diartikan sebagai pengantara antara jemaat dengan Allah. Presbiter bertugas sebagai pengembala dan pemimpin kebaktian. Oleh karena itu untuk menjadi presbiter haruslah seorang yang tidak bercacat, mempunyai hanya satu istri, bijaksana dan dapat menguasai diri segala macam godaan.
  1. Diaken
Diaken adalah jabatan gerejawi yang tugasnya memberitakan Injil dan melayani orang-orang yang hidup di lingkungan kemiskinan, orang-orang yang dikucilkan, dan orang-orang yang ditelantarkan. Oleh karena itu untk menjadi seorang diaken haruslah seorang yang terhormat,jujur, tidak bercacat, mampu memelihara rahasia iman, dan memiliki hati nurani yang suci (bdn. I Tim. 3:2-7; Tit. 1:7).

3.3 Sesudah Reformasi
Sesudah reformasi yang dilakukan oleh Marthin Luter, terdapat banyak perubahan di dalam corak pelayan di gereja. Kepemimpinan gereja beralih dari uskup dan pastor kepada pemerintah dan pelayanan dipegang oleh domine (pendeta) yang dibantu oleh penatua dan diaken. Oleh karena itu pendeta bertugas sebagai pengawas jalannya pelayanan para penatua, evanggelis dan para pelayan lainnya. Sebagai seorang pemimpin, pendeta bertanggungjawab memperlengkapi orang-orang kudus di dalam melaksanakan pekerjaan Allah[8]. Seorang pendeta haruslah lebih dahulu memperoleh pendidikan teologia dan mampu memenuhi syarat yang telah ditetapkan untuk menjadi seorang pendeta.

3.4 Di HKBP
Sejak tahun 1861 kekristenan telah memasuki tanah batak. Pada saat itu pelayanan masih dipengang oleh para missionaries. Setelah kedatangan I. L. Nommensen dimulailah babak baru dalam gereja batak, dimana para pelayan gereja diangkat dari orang-orang pribumi. Pada tahun 1883, RMG (Rheimesche Mission Geselschaf) memulai pendidikan kependetaan batak di Pansur Napitu. Dan kemudian di Pearaja Tarutung dilakukan pentahbisan pendeta pribumi yang pertama. Namun sampai tahun 1939 pendeta pribumi hanya sebagai pembantu RMG. Pada tahun 1940, barulah posisi pendeta pribumi berubah seiring berubahnya status HKBP menjadi gereja yang mandiri[9].
            Sesugguhnya pentahbisan pelayan gereja (pendeta) dimaksudkan bukan untuk kepentingan pejabat gereja ataupun gereja sebagai institusi, melainkan untuk kepentingan  Allah, dalam pembangunan kerajaan-Nya di dunia ini. Oleh karena itu, tanggungjawab yang berat untuk melanjutkan karya Kristus. Untuk itu pendeta di HKBP harus menjalani berbagai proses melalui pendidikan teologia dan masa praktek selama 2 tahun.

IV.              Pemahaman dogmatis tentang jabatan kependetaan di HKBP
Secara umum tugas-tugas kependetaan di HKBP sebagai teman sekerja Allah dibagi atas tiga bagian:
IV.1                       Pendeta Sebagai Pemimpin
Sebagai seorang pemimpin, pendeta adalah orang yang lebih dahulu mengambil langkah-langkah, mempelopori, dan menggerakkan anggota jemaat mencapai tujuan bersama. Dalam hal itu seorang pendeta memiliki hak dan kuasa ( bdn. Ef. 2:2;4:11-12; Mat. 28:29-20), tetapi harus mempertangung jawabkannya menurut sakramen-sakramen yang ada terutama kepada Allah.[10]
IV.2                       Pendeta Sebagai Pelayan
Sebagai seorang pelayan, pendeta merupakan seorang guru yang bertugas untuk mengajar dan mendidik jemaat tentang kebenaran firman Tuhan. Sebagai seorang pelayan, pendeta harus mampu masuk dan merasakan apa yang dirasakan jemaat, dan pendeta juga harus menjadi seorang penegak keadilan bagi orang-orang yang tertindas.
IV.3                       Pendeta Sebagai Pengkhotbah
Sebagai seorang pengkhotbah, pendeta harus menyatakan kebenaran Kitab Suci, dan seluruh kehidupannya harus sesuai dengan firman Allah (menjadi pengkhotbah yang hidup)[11]. Pendeta haruslah berbicara atas nama Allah, dan Kitab Suci, oleh otoritas kepada jemaat.
            Berdasarkan pembagian tugas pendeta secara umum dia atas, maka HKBP merumuskan tugas pendeta dalam beberapa ketetapan, yaitu:
  • Konfessi HKBP
Menurut konfessi HKBP tahun1951 pasal 9 tentang tugas jabatan-jabatan pelayan gereja adalah sebagai berikut
  1. Memberitakan Injil kepada anggota-anggota gereja dan luar gereja.
  2. Untuk melayani sakramen babtisan kudus dan Perjamuan Kudus.
  3. Untuk menggembalakan jemaat.
  4. Untuk mengajar kemurnian ajaran, melakukan tuntutan jiwa, dan melawan ajaran-ajaran sesat.
  5. Untuk melakukan pekerjaan diakonia
Selain untuk menegaskan tugas jabatan pelayan gereja, pasal ke -9 ini bertujuan untuk melawan pendapat yang meniadakan jabatan gerjawi seseorang atas pertimbangan pribadi bukan karena sesuatu hal yang dilakukan, yang bertentangan dengan jabatan gerejawi tersebut. Pasal ini juga bertujuan untuk menoak setiap pelayan yang melakukan pelayanan jika bukan karena gereja yang menyerahkan jabatan itu kepadanya.
            Melalui konfessi di atas jelaslah bahwa kepelbagaian jabatan pelayan di tengah-tengah harus menyerahkan dirinya secara sungguh-sungguh dalam melaksanakan tugas panggilannya di tengah-tengah gereja.
  • Agenda HKBP
Dalam agenda HKBP tugas jabatan pendeta adalah suatu tugas yang kudus. Oleh karena itu diperhatikan kepada para pendeta agar sungguh-sungguh menyadari betapa berat dan mulianya tugas jabatan tersebut. Tugas jabatan pendeta menurut agenda HKBP adalah sebagai berikut[12]..
  1. Memelihara harta yang telah diterima dari Yesus Kristus seperti yang dilakukan oleh gembala, memelihara yang dipercayakan kepadanya agar jangan tersesat, karena kelak akan mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan, menjadi teladan dan memberitakan Yesus Kristus yang diutus Allah untuk memperbaharui persekutuan manusia dengan Allah, karena dialah jalan kepada kehidupan, jalan kepada pertobatan dan jalan untuk kerukunan manusia dengan Allah.
  2. Kesungguhan dalam menasehati mereka yang mau datang hidup dalam kerendahan kepada Allah, demikian juga kesungguhan dalam menegor mereka yang tidak mau datang kepada kehidupan, agar tidak seorangpun yang menjadi sesat karena tidak ada nasehat, sehingga mereka tidak dituntut sebagai seorang pendeta.
  3. Memelihara kedua pekerjaan kudus, yaitu sakramen perjanuan kudus dan babtisan kudus. Meneliti dan mengamati para anggota jemaat agar hanya mereka yang patut dan yang mengenal dosa-dosanya dan menyesali perbuatan-perbuatannya yang layak mengikuti perjamuan kudus.
  4. Tekun mendidik dan memelihara anak-anak seperti yang dilakukan oleh Yesus Kristus.
  5. Menjaga dan memelihara seluruh anggota jemaat termasuk kepada para janda, kaum bapa dan kaum ibu, anak laki-laki dan anak perempuan seperti yang diperbuat oleh Rasul Paulus.
  6. Memiliki cara hidup yang baik agar menjadi contoh dan teladan bagi mereka yang digembalakan; teladan dalam perkataan, cara hidup, iman dan kasih.
  7. Hendaklah sepakat terhadap sesama pendeta. Didalam kepatuhan kepada Allah jenganlah berfikir sendiri-sendiri dan berselisih paham, serta saling memfitnah, agar memperoleh seperti apa yang didoakan oleh Tuhan Yesus kepada Bapa-Nya: “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti engkau ya Bapa, didalam Aku dan Aku didalam Engkau, agar mereka juga didalam Kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.
Berdasarkan agenda HKBP ini, dapatlah dikatakan bahwa seorang pendeta memiliki tanggungjawab terhadap jabatannya (tohonannya) di dalam tugas panggilannya sebagai hamba Allah, yakni[13]
  1. Melayani sebagai pelayan utama dan pemimpin jemaat.
  2. Memperlengkapi anggota untuk melayani satu sama lain dan melayani semua orang.
  3. Merencanakan dan memimpin kebaktian, memberitakan firman Allah, melayani sakramen, melayani jemaat serta mewakili jemaat bagi jemaat dan gereja.
  4. Melayani sebagai penilik bagi organis dan pemimpin musik, pengurus sekolah minggu, serta berbagai bagian dalam organisasi dalam gereja.
  5. Melayani sebagai anggota penasehat bagi semua kelompok resmi dalam jemaat.
    • Aturan dan peraturan HKBP
Berdasarkan aturan dan peraturan HKBP tahun 1982-1992, disebutkan bahwa tugas seorang pendeta adalah sebagai berikut:[14]
  1. Menyuarakan suara kenabian dan mewartakan Injil.
  2. Melaksanakan sakramen babtisan Kudus dan perjamuan Kudus.
  3. Melaksanakan pelayanan keimanan di tengah-tengah jemaat.
  4. Melaksanakan tugas yang disampaikan oleh Kantor Pusat.
  5. Mengikuti rapat pendeta.
Secara khusus kuasa penumpangan tangan pada pelayan pendeta ingin menegaskan bahwa pendeta memiliki kuasa yang diberikan oleh Yesus Kristus sebagai raja, imam dan nabi. Sebagai raja, pendeta akan ditahbiskan sebagai tanda bahwa dia adalah hamba Allah, pembela keadilan dan pembawa damai sejahtera. Untuk itu pendeta dihargai dan diuji menurut sikap dan perbuatannya sendiri. pendeta sebagai nabi karena ia adalah juru bicara Allah yang bertugas memperingatkan dan menubuatkan kehendak Allah kepada jemaat. Pendeta sebagai imam, maksudnya ia sebagai pemimpin jemaat dalam beribadah kepada Allah dan berusaha agar peribadahan atau kebaktian dapat berjalan secara teratur dan benar.

V.                 Makna Jabatan Kependetaan
Jabatan pendeta adalah jabatan gerejawi yang diembankan kepada seseorang pelayan melalui pentahbisan setelah terlebih dahulu melewati berbagai proses termasuk pendidikan teologia. Melalui pentahbisan itu, pendeta menerima suatu tanggungjawab dengan wibawa yang penuh dengan nilai moral, etika dan spiritual. Secara tradisional tanggungjawab dan wibawa itu disebut dengan tohonan. Sesungguhnya pentahbisan pendeta adalah rentetan dari missio dei, mulai dari pemilihan Israel sebagai umat Allah (Qahal Yahwe), persekutuan orang-orang percaya di dalam Yesus Kristus (Ekklesia), masa gereja jaman rasul dan pasca rasul-rasul hingga jaman gereja sekarang.
Terdapat perbedaan sikap da antara berbagai denominasi gereja dengan aliran tertentu tentang jabatan kependetaan. Penganut Katolik , Luteran, dan beberapa gereja Anglikan menetapkan bahwa jabatan pendeta/pastor diberikan hanya kepada orang-orang yang telah menjalani pendidikan teologia, sedangkan beberapa aliran gereja (Kharismatik) memberikan jabatan pendeta kepada orang-orang yang telah menerima karunia dari Allah. Jabatan pendeta di dalam gereja HKBP adalah sebagai pelayan sakramen sesuai dengan pesan Kristus. Gereja memang dapat menetapkan pelayan-pelayan yang lain untuk mendukung pelayanan firman Tuhan, tetapi hal itu jabatan pelayan firman dan sakramen hanya diberikan kepada pendeta.
Dengan demikian makna jabatan pendeta harus sesuai dari konteks pemberitaan Injil, penegakan keadilan, pelayanan sakramen dan menjaga keutuhan ciptaan. Menerima tahbisan kependetaan berarti seseorang dengan rasa syukur berjanji setia dan menjadi kawan sekerja Allah dalam menghadirkan syaloom di tengah-tengah dunia ini (I Kor. 3:4-9).

VI.              Implikasi jabatan kependetaan dalam kehidupan Jemaat
Jabatan kependetaan dalam gereja HKBP bukan dipahami secara structural tetapi dipahami secara fungsional. Apabila jabatan kependetaan dilihat secara structural maka akan cenderung ada kemugkinan terciptanya suatu kesenjangan antara pelayan gereja, sehingga jabatan kependetaan itu menunjukkan adanya kelas-kelas sosial yang dilihat dari tingkatan kekuasaannya. Oleh karena itu para pelayan khususnya pendeta harus menyadari arti dari jabatan yang diberikan kepadanya. Jabatan adalah pintu gerbang dimulainya suatu penyangkalan dari dengan menomor-satukan Allah sebagai tuan yang mengutus hamba-Nya[15]. Jabatan pendeta yang diterima harus dipahami berasal dari Allah sebagai pengutus agung. Oleh karena itu jabatan tersebut merupakan anugrah Allah yang menuntut pertanggungjawaban kepada Allah. Jabatan pendeta memiliki fungsi untuk melayani dan bukan dilayani. Maka pelayan adalah sebuh identitas yang menunjukkan makna dan wibawa jabatan seseorang pendeta. Seorang pendeta dalam jabatannya sebagai cerminan Allah harus memiliki sifat-sifat tidak bercacat, tegas, penuh hikmat, rendah hati, dan mampu menyatakan kebenaran Allah di tengah-tengah dunia.
Kepemimpinan seorang pendeta harus disadari sebagai suatu sifat keteladanan yang dapat menjadi contoh bagi jemaat. Dengan demikian seorang pendeta harus memiliki beberapa asas dalam memangku jabatannya. Yaitu : asas iman, asas pengharapan, asas kasih dan kebersamaan, asas keadilan, kemandirian dan keterbukaan. Jabatan yang diterima oleh seorang pendeta harus disadari sebagai jabatan yang membawa keselamatan yang berpusat kepada diri Yesus Kristus, karena itu dalam setiap pelayanan seorang pendeta harus menjadi cermiman kehadiran Kristus ditengah-tengah jemaat, sehingga seluruh pribadi pendeta tersebut menuju kepada pengenalan akan Yesus Kristus[16].

VII.           Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapatlah disimpulkan dalam beberapa poin mengenai “Makna jabatan kependetaan dalam gereja HKBP”.
  1. Gereja adalah perpanjangan tangan Tuhan untuk memanggil seseorang menjadi hamba-Nya dalam rangka Missio Dei. Dengan demikian gereja memiliki kuasa untuk mengangkat dan mentahbiskan seorang pelayan misalnya pendeta.
  2. Jabatan kependetaan telah ditetapkan oleh Allah untuk melanjutkan pekerjaan Yesus Kristus di dunia, yaitu memberitakan firman Allah, menggembalakan kawanan domba Allah dan melakukan sakramen sesuai dengan pesan Yesus Kristus.
  3. Jabatan kependetaan haruslah dilihat secara fungsional bukan secara structural, sehingga tidak terjadi kesombongan dan penyalahgunaan jabatan tersebut.
  4. Sikap seorang pelayan hendaknya menjadi tiruan dan teladan dengan Yesus Kristus sebagai cerminan, yang akhirnya membawa setiap orang percaya menuju kepada pengenalan akan Yesus Kristus secara utuh.
  5. Jabatan kependetaan adalah salah satu jabatan gerejawi yang menjadi sentral kepemimpinan di dalam gereja.



















Daftar Pustaka
…………………                                Konfessi HKBP, Pearaja Tarutung: Kantor 1951                                            Pusat HKBP
…………………                                Agenda HKBP, Pearaja Tarutung: Kantor Pusat 2003                                     HKBP
…………………                                Aturan dan Peraturan HKBP, Pearaja
1982                                        Tarutung: Kantor Pusat HKBP
Abineno, J. L                                        Pelayan dan Pelayanan Jemaat dalam
1991                                        Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung-Mulia
Berkhoff. H.                                         Sejarah Geraja, Jakarta:BPK Gunung-Mulia
            1991
Calvin, Yohanes                                   Instutio, Jakarta: BPK Gunung-Mulia
            1989
Dahlemburg, G. D.                               Siapakah Pendeta Itu? Jakarta: BPK Gunung-1993                                       Mulia
Lumbantobing, A.                                 Makna dan Wibawa Jabatan dalam Gereja 2002                                        Batak, Jakarta: BPK Gunung-Mulia
Lumbantobing,D. CWZ, Pakpahan       Gerak Persekutuan Eskatologis,
2002                                        Pematangsiantar: percetakan HKBP
M. B. Strom,                                        Apakah Pengembalaan Itu? Jakarta: BPK
2001                                        Gunung-Mulia
Rowley, H.                                           Ibadah Israel Kuna, Jakarta: BPK Gunung-1999                                           Mulia
Sanders, J. O.                                      Kepemimpinan Rohani, Bandung: Yayasan 2001                                           Kalam Hidup
Siahaan, S. M                                       Pengharapan Mesianis dalam Perjanjian
1990                                        Lama, Jakarta: BPK Gunung-Mulia
Walz, Edgar                                         Bagaimana Mengelola Gereja Anda?, Jakarta: 2004                                               BPK Gunung-Mulia
Zain, Muhammad                                  Kamus Modern Bahasa Indonesia, Jakarta: 2000                                        garafika





























[1]               Muhammad Zain, Kamus Modern Bahasa Indonesia, (Jakarta: Grafika, 2000), hlm. 564
[2]               A. Lumbantobing, Makna dan Wibawa Jabatan dalam gereja batak, (Jakarta: BPK Gunung-Mulia, 1992), hlm 34
[3]               H. Rowley, Ibadah Israel Kuna, (Jakarta, BPK Gunung-Mulia, 1999), hlm. 27-29
[4]               Yohanes Calvin, Instutio,(Jakarta: BPK Gunung-Mulia, 1989), hlm. 98
[5]               S. M, Siahaan, pengharapan Mesias dalam Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung-Mulia, 1990), hlm. 10
[6]               J. L. Abineno, Pelayan dan Pelayanan Jemaat dalam Perjanjian baru, (Jakarta: BPK-Gunung-Mulia, 1990). hlm. 35
[7]               H. Berkhoff, Sejarah Gereja, (Jakarta: BPK Gunung-Mulia), hlm. 39
[8]               G. D. Dahlemburg, Siapakah Pendeta itu?, (Jakarta: BPK Gunung-Mulia, 1993), hlm. 48-51
[9]               C. W. Z. Pakpahan, Makna pentahbisan Pelayan Gereja, dalam buku CWZ. Pakpahan dan Darwin Lumbantobing  (peny), Gerak Persekutuan Eskhatologis, (P. Siantar: Percetakan HKBP, 2002), hlm 59-60
[10]             G. D. Dahlemburg, Op. Cit, hlm. 17
[11]             …….., Pelayan-pelayan Gereja dalam Konfessi HKBP Pasal 9, (Pearaja Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 1951), hlm. Hlm. 35-37
[12]             ……….., Tata Pentahbisan Pendeta dalam Agenda HKBP, (Pearaja Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2003), hlm. 48-51
[13]             Edgar Walz, Bagaimana Mengelola Gereja anda?, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), hlm. 11-12
[14]             ……….., Aturan dan Peraturan HKBP, (Pearaja Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 1982), hlm.138-139.
[15]             J. O. Sanders, Kepemimpinan Rohani, (Bandung: Yayasan kalam Hidup, 2001). Hlm. 48
[16]             M. B. Strom, Apakah Pengembalaan itu?(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 2001)hlm. 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar